Minggu, 06 Juli 2008

Hukum Waris

HUKUM WARIS


A. Hukum waris
adalah segala peraturan hukum yang mengatur tentang beralihnya harta warisan dari pewaris karena kematian kepada ahli waris atau orang yang ditunjuk.

Inti hukum waris adalah mengatur tentang hak waris (hak kebendaan).
Waris timbul karena ada peristiwa kematian, pada seorang anggota keluarga (ayah, ibu, anak).
1. Pewaris
adalah orang yang meningal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup.

2. Ahli waris;(psl 833: 1, psl 874 KUHPdt)
- setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutangnya.
- dapat menggugat siapa saja yang melanggar hak warisnya (psl 834,1066: 2 KUHPdt)
- hak waris didasarkan hubungan pekawinan, darah dan wasiat.
Walaupun ahli waris itu berhak atas harta warisan, apabila ia melakukan perbuatan tidak patut terhadap pewaris, ia tidak patut menerima warisan dari pewaris (psl 838 KUHPdt)

3. Harta warisan
terdiri dari kekayaan yang dikurangi dengan hutang dan beban lainnya ( psl 1100 KUHPdt).
Dalam KUHPdt hukum waris tidak dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan, antara suami dan istri, bagian anak laki-laki dan sama dengan bagian perempuan, bagian istri / suami sama dengan bagian anak jika dari perkawinan itu dilahirkan anak.

B. KUHPdt menganut
1. Sistem keturunan bilateral ; ahli waris berhak mewaris dari ayah jika ayah meninggal dan berhak mewaris dari ibu jika ibu meninggal.
2. Sistem kewarisan individual ; sejak pewaris meninggal harta warisan dapat di bagi-bagi di antara para ahli waris, tiap ahli waris berhak menuntut bagian warisan yang mejadi haknya.
C. Materi Hukum waris :
ab intestato; didasarkan pada hubungan perkawinan dan hubungan darah, (psl 832 KUHPdt)
testamentair; didasarkan pada wasiat (testament).

Ab intestate;
anak / keturunannya dan istri/suami yang hidup,
orang tua (bapak ibu) dan saudara pewaris,(psl 854 KUHPdt)
nenek-kakek / leluhur lainnya dalam garis lurus (psl 853 KUHPdt)
sanak keluarga dalam garis ke samping sampai tingkat ke 6 (psl 861: 1 KUHPdt)
jika a-d tidak ada maka harta warisan menjadi milik Negara.
Golongan ahli waris tersebut ditetapkan secara berurutan, artinya jika tidak terdapat golongan pertama maka golongan kedua lah yang berhak sebagai ahli waris, dan seterusnya.

Surat wasiat (testament); perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

D. Bentuk surat wasiat :
Olografis; seluruhnya ditulis dan ditandatangani sendiri oleh pewaris, disimpan pada notaries dengan 2 saksi. (psl 932: 1,2,3 KUHPdt)
Umum; menggunakan akta umum yang harus dibuat di hadapan notaries dihadiri 2 saksi.(psl 938, 939: 1 KUHPdt)
Rahasia / tertutup; yang dibuat oleh pewaris dg tulisan sendiri / oleh orang lain, yang ditandatangani oleh pewaris, diserahkan pada notaries dengan 4 saksi.(psl 940 KUHPdt)

E. Isi surat wasiat :
Pengangkatan waris; berisi wasiat pewaris memberikan kpd seorang / lebih (jadi ahli waris) seluruh / sebagian dari harta kekayaannya jika ia meninggal dunia.(psl 954 KUHPdt).
Hibah (legaat); yang memuat ketetapan khusus, pewaris memberikan kepada seorang / beberapa orang (psl 957 KUHPdt). Orang yang memperoleh hibah (legaataris) bukan ahli waris dan tidak wajib membayar hutang pewaris.

F. Hukum waris Islam ( An Nisaa: 11,12,176 )
Bagian anak laki-laki 2 x bagian perempuan (Annisaa: 11)
Bagian suami / isteri sebagai berikut (Annisaa: 12):
1. Suami mendapat 1/2 dari harta peninggalan istri, jika isteri tidak punya anak; suami mendapat ¼ jika isteri punya anak.
2. Isteri mendapat ¼ dari harta peninggalan suami, jika suami tidak punya anak; isteri dapat 1/8 jika suami punya anak.
c. Pembagian warisan dilakukan setelah diselesaikan wasiat (1/3)dan / hutang pewaris.

G. Wasiat dalam hukum Islam:
Hukum waris Islam tidak mempersoalkan bentuk wasiat, tapi isinya. Diwasiatkan dengan akta atau tidak bukan persoalan.yang jelas ada saksi yang mengetahui (Al Baqarah: 180-182, 240).
- diwajibkan atas kamu, apabila seseorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (180).
- Maka siapa yang mengubah wasiat itu setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosa adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui (181).
- Akan tetapi, siapa yang khawatir terhadap orang yang berwasiat itu berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang(182).

Tidak ada komentar: